Di Selasar kita bisa berdiskusi. Ramai-ramai atau sendiri. Boleh. Sambil minum kopi, merenung atau hanya sekedar berimajinasi, juga boleh. Atau sambil bermimpi dan masturbasi. Pun boleh-boleh saja. Terserah! Silakan saja. Suka-suka.
Selasa, 10 Desember 2024
Kang Juhi dan Gorengan Multiverse
Kang Juhi dan Gorengan Multiverse
Di sebuah kamar kontrakan pengap di pinggiran Jakarta, Kang Juhi memulai hari dengan ritual sakral, meramu gorengan. Tepung dicampur air, ditaburi garam, dan adonan itu menjadi medium eksistensinya. Di penggorengan kecil yang sudah penuh kerak, adonan itu menggelembung, menjadi tahu isi, tempe goreng, dan bakwan yang siap menjelajah kantong pelanggan. Di balik wajah lelahnya, Kang Juhi menyimpan dimensi lain, pengamat kehidupan yang tajam, dengan batin yang kerap berkelana ke realitas alternatif.
Kang Juhi bukan sekadar pedagang gorengan keliling, ia adalah seorang cosmic wanderer – sejenis entitas pinggiran yang bisa hadir di mana saja, menyelinap ke sela-sela percakapan serius para pejabat, mimpi buruk para aktivis, hingga meeting daring kaum elite dengan koneksi internet super stabil. Namun, alih-alih membawa dampak dramatis, ia hanya menyimpan semua pengamatan dalam senyap. Sebab, siapa yang mau mendengar ocehan seorang pedagang gorengan?
Suatu hari, Kang Juhi berdiri di dekat halte bus. Udara pagi itu menyatu dengan bau amis got dan asap knalpot – ramuan otentik metropolitan. Ia memerhatikan sekelompok pekerja kantoran berdasi, sibuk dengan kopi-to-go (kopi yang dipesan dan dibawa pulang untuk dinikmati di tempat lain) dan ponsel pintar mereka.
"Lucu juga," gumamnya dalam hati, "mereka kerja mati-matian demi bisa beli barang yang bikin mereka lupa kenapa hidup." Batinnya menggelitik, mencoba menyimpulkan bahwa produktivitas hanyalah dongeng kapitalisme modern.
Di sore lainnya, Kang Juhi muncul di trotoar sebuah perumahan mewah. Pelanggannya, seorang ibu muda dengan tas bermerek, menawar gorengannya setengah mati.
"Rp1.000 aja, Kang. Masih bisa kan?" Kang Juhi tersenyum tipis, lalu memberikan tahu isi yang harganya nyaris setara modal.
"Mungkin tasnya berat, jadi tak kuat bayar penuh," pikirnya sinis. Ia melanjutkan perjalanan tanpa protes, hanya menertawakan absurditas dunia yang memberinya peran sebagai pengisi perut darurat.
Namun, ada kalanya Kang Juhi tenggelam dalam refleksi mendalam. Dalam sepi kamar kontrakan yang hanya berisi kasur tipis, ia bertanya pada dirinya sendiri, “Apa aku ini nyata? Atau cuma metafora?” Ia merasa menjadi cermin dari sebuah kelompok, kaum yang ada tetapi tak dianggap, penting tetapi tak dihargai. Ia sering bertanya-tanya apakah pandangan kritisnya pada dunia ini benar-benar masuk akal atau sekadar pembenaran batin seorang pedagang gorengan.
Di dunia yang makin bising oleh narasi-narasi besar, Kang Juhi memilih tetap berjalan dengan pikiran-pikiran kecilnya. Ia menertawakan dunia, bukan karena ia tidak peduli, tetapi karena ia sadar bahwa hanya dengan tawa ia bisa bertahan. Ia adalah pengingat bahwa logika sederhana sering kali lebih relevan daripada teori-teori muluk para intelektual.
Jadi, apakah Kang Juhi nyata? Entahlah. Yang jelas, ia hadir dalam kehidupan kita. Saat kita menawar gorengan di pinggir jalan, saat kita merasa dunia terlalu rumit, atau saat kita butuh pengingat bahwa kebahagiaan tak harus mahal. Kang Juhi ada, bahkan ketika kita tak lagi melihatnya. Ia mungkin sedang mengamati kita sekarang, sambil tertawa kecil, memikirkan betapa anehnya hidup ini.
Tatkala gorengan terakhir di malam itu ludes, ia kembali ke kontrakan, merebus segelas teh manis murahan. Di sana, di bawah cahaya lampu redup, Kang Juhi bersiap untuk mimpi baru, dunia lain yang menunggunya untuk dikritisi.
Apakah penalarannya bisa dipertanggungjawabkan? Mungkin tidak. Tapi siapa peduli, selama gorengannya renyah.
***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Hilangnya Budaya Saling Support
Hilangnya Budaya Saling Support Dulu, di sebuah kampung kecil yang dipenuhi sawah hijau dan angin sepoi-sepoi, ada budaya unik yang membuat...
-
Romantisme di Balik Hujan November selalu punya keistimewaan. Bagi sebagian orang tentunya. Sebab ketika banyak yang beranggapan, No...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar. Berupa saran, kesan dan kritik membangun.