Selasa, 01 Januari 2013

Selamat Tahun Baru 2013-Petualangan Kang Juhi

# Kang Juhi, pedagang gorengan keliling. Tinggal seorang diri, di sebuah kamar kontrakan, di pinggiran ibukota. Namun ia bisa berada di mana saja, dan bertemu dengan siapa saja. Karena ia hanya semacam simbol yang mewakili suatu kelompok masyarakat marjinal, yang alam bawah sadarnya terkadang mengejawantah ke berbagai dimensi kehidupan. Kang Juhi mengamati lalu batinnya mengkritisi berbagai aspek kehidupan yang sering kali menyimpang menurut penalaran akal sehat Kang Juhi. Apakah penalaran batinnya bisa dipertanggungjawabkan? Perlu diskusi lebih lanjut. Karena ia hanya penjual gorengan, yang tak menarik perhatian. Dibutuhkan tatkala tak ada pilihan. Namanya juga dongeng. #

Selamat Tahun Baru 2013

Dua ribu tiga belas. Di awali dengan beberapa ayam dan pedagang di pasar tradisional yang berlarian menghindari gerimis. Gerimis itu sendiri, sisa dan kelanjutan gerimis tadi malam. Yang membasahi ribuan kembang api saat malam menjelang pergantian tahun.

Kang Juhi, tak ada rencana menjual gorengan hari ini. Bukan cuma karena disebabkan gerimis yang membuat pembeli sembunyi di rumah masing-masing. Karena pembelinya kebanyakan dari kalangan bawah sementara kalangan atas tengah sibuk liburan di puncak dan luar negeri. Namun ia tengah merenungi tentang ribuan atau mungkin jutaan kembang api yang semalam bertebaran di langit Jakarta. Bahkan, nyaris di seluruh kota besar di negeri ini. Dan Kota-kota di seluruh penjuru dunia.

Dalam renungannya, berapa harga satuan kembang api itu bila ditukar dengan gorengan, lalu diberikan pada satu keluarga dengan 4 anak yang meringkuk di bawah jalan-jalan layang ibukota. Dipastikan, akan membuat mereka tersenyum bahagia dan doa akan terpanjat pada yang Mahamengetahui.
Karena tak ada yang bisa mereka petik dari gebyar kembang api yang menerangi langit. Malahan ledakannya hanya membuat anak terkecilnya kaget dan terbangun dari tidur malamnya.

Dari hanya sekedar merenung, kini pikirannya menerawang pada beberapa kejadian sebelumnya, selama 2012. Satu tahun berjualan tak ada yang berarti yang bisa ia nikmati, kecuali harga gorengan yang harus ia naikan dan bentuk gorengannya diperkecil. Agar bisa untung, tentunya. 

Hal itu ia harus lakukan bila tak ingin pensiun sebagai penjual gorengan. Bila harus pensiun, atau alih profesi, lalu ia akan buka usaha apa. Pengalaman satu-satunya yang pernah ia geluti, ya berjualan gorengan ini. Bisa dikatakan, Kang Juhi telah cukup profesional dalam hal meracik bumbu hingga menjadi gorengan. Lezat dan selalu mendapat acungan jempol dari setiap pembeli yang berlangganan padanya.

Gorengan, adalah bagian dari kehidupannya. Gorengan, adalah pemicu adrenalin yang membuatnya selalu bersemangat setiap pagi. Meski pendapatan dari hasil berjualan gorengan, hanya bisa untuk sekedar makan bagi kelangsungan hidup ia dan keluarganya. Itu sudah lebih dari cukup bagi pemikiran awam, hasil dari tingkat pendidikannya yang rendah. Sebab baginya, berjualan gorengan adalah bagian dari jihad yang ia harus jalani demi mulut-mulut keluarga yang terus menganga di desanya. Mulut-mulut anak dan isteri tercinta.

Dua ribu dua belas telah berlalu. Dan membentang tahun baru di hadapannya. Akankah terjadi perubahan pada kehidupannya? Tak ada yang tahu, kecuali Kang Juhi sendiri. Sebagai kelompok marjinal yang keberadaannya sering dianggap sebelah mata, Kang Juhi tak pernah berkhayal yang muluk-muluk. Karena roda kehidupan telah ada yang mengatur. Perannya sebagai penjual gorengan, harus tetap ia lakoni hingga layar pentas ditutup pada waktunya. Ia akan dimarahi sang sutradara bila perannya melencengan dari alur cerita yang tengah digelar. Ia hanya berharap, semoga penonton menyukai peran yang dibawakan.

Selamat Tahun Baru 2013.

Yoss Prabu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar. Berupa saran, kesan dan kritik membangun.

Hilangnya Budaya Saling Support

Hilangnya Budaya Saling Support Dulu, di sebuah kampung kecil yang dipenuhi sawah hijau dan angin sepoi-sepoi, ada budaya unik yang membuat...