# Kang Juhi, pedagang gorengan
keliling. Tinggal seorang diri, di sebuah kamar kontrakan, di pinggiran
ibukota. Namun ia bisa berada di mana saja, dan bertemu dengan siapa saja.
Karena ia hanya semacam simbol yang mewakili suatu kelompok masyarakat marjinal,
yang alam bawah sadarnya terkadang mengejawantah ke berbagai dimensi kehidupan.
Kang Juhi mengamati lalu batinnya mengkritisi berbagai aspek kehidupan yang
sering kali menyimpang menurut penalaran akal sehat Kang Juhi. Apakah penalaran
batinnya bisa dipertanggungjawabkan? Perlu diskusi lebih lanjut. Karena ia
hanya penjual gorengan, yang tak menarik perhatian. Dibutuhkan tatkala tak ada
pilihan. Namanya juga dongeng. #
Selamat Tahun Baru 2013
Dua ribu tiga belas. Di awali dengan beberapa ayam dan
pedagang di pasar tradisional yang berlarian menghindari gerimis. Gerimis itu
sendiri, sisa dan kelanjutan gerimis tadi malam. Yang membasahi ribuan kembang
api saat malam menjelang pergantian tahun.
Kang Juhi, tak ada rencana menjual gorengan hari ini.
Bukan cuma karena disebabkan gerimis yang membuat pembeli sembunyi di rumah
masing-masing. Karena pembelinya kebanyakan dari kalangan bawah sementara
kalangan atas tengah sibuk liburan di puncak dan luar negeri. Namun ia tengah
merenungi tentang ribuan atau mungkin jutaan kembang api yang semalam
bertebaran di langit Jakarta. Bahkan, nyaris di seluruh kota besar di negeri
ini. Dan Kota-kota di seluruh penjuru dunia.
Dalam renungannya, berapa harga satuan kembang api itu
bila ditukar dengan gorengan, lalu diberikan pada satu keluarga dengan 4 anak
yang meringkuk di bawah jalan-jalan layang ibukota. Dipastikan, akan membuat
mereka tersenyum bahagia dan doa akan terpanjat pada yang Mahamengetahui.
Karena tak ada yang bisa mereka petik dari gebyar
kembang api yang menerangi langit. Malahan ledakannya hanya membuat anak
terkecilnya kaget dan terbangun dari tidur malamnya.
Dari hanya sekedar merenung, kini pikirannya menerawang
pada beberapa kejadian sebelumnya, selama 2012. Satu tahun berjualan tak ada
yang berarti yang bisa ia nikmati, kecuali harga gorengan yang harus ia naikan
dan bentuk gorengannya diperkecil. Agar bisa untung, tentunya.
Hal itu ia harus lakukan bila tak ingin pensiun
sebagai penjual gorengan. Bila harus pensiun, atau alih profesi, lalu ia akan
buka usaha apa. Pengalaman satu-satunya yang pernah ia geluti, ya berjualan
gorengan ini. Bisa dikatakan, Kang Juhi telah cukup profesional dalam hal
meracik bumbu hingga menjadi gorengan. Lezat dan selalu mendapat acungan jempol
dari setiap pembeli yang berlangganan padanya.
Gorengan, adalah bagian dari kehidupannya. Gorengan,
adalah pemicu adrenalin yang membuatnya selalu bersemangat setiap pagi. Meski
pendapatan dari hasil berjualan gorengan, hanya bisa untuk sekedar makan bagi
kelangsungan hidup ia dan keluarganya. Itu sudah lebih dari cukup bagi
pemikiran awam, hasil dari tingkat pendidikannya yang rendah. Sebab baginya,
berjualan gorengan adalah bagian dari jihad yang ia harus jalani demi
mulut-mulut keluarga yang terus menganga di desanya. Mulut-mulut anak dan
isteri tercinta.
Dua ribu dua belas telah berlalu. Dan membentang tahun
baru di hadapannya. Akankah terjadi perubahan pada kehidupannya? Tak ada yang
tahu, kecuali Kang Juhi sendiri. Sebagai kelompok marjinal yang keberadaannya
sering dianggap sebelah mata, Kang Juhi tak pernah berkhayal yang muluk-muluk.
Karena roda kehidupan telah ada yang mengatur. Perannya sebagai penjual
gorengan, harus tetap ia lakoni hingga layar pentas ditutup pada waktunya. Ia
akan dimarahi sang sutradara bila perannya melencengan dari alur cerita yang
tengah digelar. Ia hanya berharap, semoga penonton menyukai peran yang
dibawakan.
Selamat Tahun Baru 2013.
Yoss Prabu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar. Berupa saran, kesan dan kritik membangun.