Debu-Debu Metropolitan IX
Waktu
menggilas butir-butir debu. Bersama angin,
bersama
hujan. Bersama awan.
Cakar-cakar
beton berbalut keserakahan, kemunafikan, berselimut debu, dingin mencuat.
Menggapai awan. Menggapai mega, menggapai cakrawala.
Namun
embun tak lagi menetes. Malu katanya.
Malu
pada malam yang terang, malu pada bocah perawan pengamen jalanan.
Yang
telanjang separuh badan, di kebisingan malam yang panas.
Debu-debu
juga tak lagi berterbangan. Enggan. Galau. Kian risau. Tiarap pada rumput-rumput
kering, di taman-taman metropolitan.
Pada
pedestrian. Pada kardus-kardus koyak, di kolong jembatan jalan layang, alas
tidur para gelandangan.
Berselimut
debu. Berselimut harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar. Berupa saran, kesan dan kritik membangun.