Minggu, 12 Mei 2013

Debu-Debu Metropolitan VIII

Debu-Debu Metropolitan VIII

Angin menyibak waktu. Menyisir undakan debu tak berujung.
Waktu tak lelah bergulir. Mengganti hari menjadi minggu,
mendepak bulan berganti tahun.
Debu-debu kian berterbangan
di cakrawala metropolitan, memayungi belantara beton
yang kian angkuh.
Dingin dan merana.

Metropolitan ibarat kuali raksasa,
tempat menggoreng lauk-pauk hidangan para raja.
Yang muak dengan tahtanya
namun enggan bertukar singgasana.

Di belakang sang paduka, antre para pelawak
yang bertetes liur, menjilati terompah
demi seiris kekuasaan semu.
Menawarkan humor-humor murahan, yang kian tak lucu.
Lalu mengubah tafsir, beradu asumsi.

Hingga memicu angkara murka.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar. Berupa saran, kesan dan kritik membangun.

Hilangnya Budaya Saling Support

Hilangnya Budaya Saling Support Dulu, di sebuah kampung kecil yang dipenuhi sawah hijau dan angin sepoi-sepoi, ada budaya unik yang membuat...