CARA MENULIS NOVEL BAGI PEMULA

Tulisan ini saya buat ketika saya menjadi anggota dari sebuah grup WA yang admin-nya secara kurang ajar mendaulat saya untuk menjadi narasumber. Mereka meminta saya untuk membuat makalah tentang: Bagaimana Menulis Novel Bagi Pemula. Namun saya pun merasa tidak enak hati untuk menolak. Jadi, saya kabulkan permohonan itu dan inilah tulisannya.  

CARA MENULIS NOVEL BAGI PEMULA

Sebelum kita mulai, terlebih dahulu saya ingin bernarsis ria tentang saya. Perkenalkan nama saya Yoss Prabu. Aktivis teater (tadinya). Pernah mempunyai grup teater dan melatih hingga beberapa tahun. Tidak ada perkembangan positif lalu beralih kegiatan. Menjadi jurnalis pada 2 (dua) majalah yang nggak ngetop. Yaitu majalah Detektif Romantika (majalah hukum dan kriminal) dan majalah Lengsuir (majalah tentang hal-hal gaib dan berbau klenik). Seputar dunia perdukunan, begitu kira-kira. Namun akibat pengelolaannya yang buruk, kedua majalah itu pun gulung tikar. Nah, dari situlah bakat menulis saya terpupuk. 

Saya tidak pernah belajar bahasa Indonesia secara formal, seluruhnya autodidak. Itu karena saya senang membaca. Berawal dari majalah anak-anak, berlanjut ke majalah remaja. Majalah-majalah itu hingga sekarang masih eksis. Lalu, ketika meningkat memasuki usia dewasa, saya pun memulai membaca secara serius. Artinya, mulai selektif. Tidak asal sekedar membaca. Sebuah majalah politik yang pernah dibredel pemerintah namun berhasil terbit kembali, menjadi bacaan utama saya ketika itu. Lalu ditambah dengan membaca koran harian berskala nasional, yang saya anggap nyaris sempurna dalam hal penyajian bahasanya. Nah, dari kedua media cetak itulah saya belajar, belajar tentang bahasa. Dari majalah - enak dibaca dan perlu - itu saya belajar tentang jurnalisme sastra, dari koran harian saya belajar tentang: menulis yang baik dan benar. Saya yakin, semuanya paham tentang kedua media cetak itu. Selebihnya, saya belajar dari internet. 

Begitulah, saya terus membaca. Pun membaca novel-novel best seller karya pengarang ternama. Kebanyakan pengarang luar yang karya-karyanya meledak dipasaran dan banyak difilmkan. Sehingga membuat keinginan lain untuk menjadi pengarang kian menggebu. Dengan asumsi, toh, saya pernah menjadi jurnalis merangkap anggota redaktur. Di luar negeri, redaktur disebut editor. Manusia yang berhak menentukan, apakah sebuah tulisan dapat dimuat di media atau tidak. Malah saya lebih sering berbuat "gila", dengan menerima sebuah tulisan berita yang sedemikian amburadulnya dari seorang reporter muda, hanya atas dasar kasihan. Lalu meraciknya menjadi sebuah tulisan yang layak dibaca. 

Dari semua aktivitas itu, saya menganggap diri saya bisa menulis. Di situlah letak narsismenya saya. Maka saya pun terus menulis. Dan saya memilih, menulis novel. 

Lalu ketika ada pertanyaan, bagaimana menulis novel, khususnya bagi pemula? 
Bagi saya itu hal mudah, awali saja dahulu dengan keinginan menulis. Keinginan yang kuat. Sebab menulis tanpa bekal itu semua - terutama menulis novel - kamu hanya akan kelelahan di tengah jalan. Dan akhirnya menyerah. 
Sekarang, kita telaah dulu, "Apa itu novel?" 

Baik. Saya kutip pernyataan Tante Wiki (Wikipedia). Novel adalah karangan prosa yang panjang. Mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya, dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Penulis novel disebut novelis. 

Novel, digambarkan memiliki "sejarah yang berkelanjutan dan komprehensif selama sekitar dua ribu tahun". Pandangan ini melihat novel berawal dari Yunani dan Romawi Klasik, abad pertengahan, awal roman modern. 
Dalam novel, "peristiwa-peristiwanya adalah rentetan peristiwa biasa dalam kehidupan manusia dan keadaan masyarakat saat itu". 

Tetapi, banyak roman, termasuk roman-roman historis karya Scott, Wuthering Heights karya Emily Brontë dan Moby-Dick karya Herman Melville, sering juga disebut novel. 

Atau dengan kata lain, novel adalah narasi fiksi yang panjang. Yang menceritakan pengalaman manusia secara lebih dekat. Dan novel di era modern biasanya menggunakan gaya prosa sastra dan pengembangan novel bentuk prosa tersebut saat ini telah didukung dengan inovasi-inovasi dalam dunia percetakan dan diperkenalkannya kertas murah pada abad ke-15. 

Sementara panjang sebuah novel masih menjadi perdebatan, menjadi hal penting karena kebanyakan penghargaan sastra menggunakan panjang, sebagai kriteria dalam sistem penilaian. Namun bagi kebanyakan penerbit, apalagi di Indonesia, naskah novel harus di atas 150 halaman. Format A4, dengan besar huruf 12%, Time New Roman, jenis hurufnya. Sudah menjadi ketentuan baku. Kalau kurang, belum layak disebut novel. Kalau lebih? Bikin saja 2 (dua) jilid. Beres. 
Jadi bagi kamu yang ingin menulis novel, apa yang harus dilakukan? Jawabannya, mulailah menulis. Akan tetapi tentunya, kamu juga harus menentukan temanya terlebih dahulu. Baru setelah itu membuat sinopsis. 

Nah, satu-satu dulu. Apa itu tema? Juga menurut Tante Wiki, tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang suatu hal. Tema sangat dianjurkan karena merupakan fondasi dari sebuah tulisan. Tema merupakan hal paling utama yang akan dilirik oleh para pembaca. Jika temanya menarik, maka akan memberikan nilai lebih pada tulisan tersebut. Baru setelah itu membuat sinopsis. 

Lalu apa itu sinopsis. Ini saya kutip dari sebuah situs: Sinopsis merupakan ringkasan cerita dari sebuah novel atau gambaran isi dari suatu cerita secara garis besarnya. Jadi, buatlah sinopsis. 
Setelah sinopsis jadi, simpanlah untuk dijadikan pegangan. Karena membuat novel merupakan sebuah perjalanan panjang yang melelahkan. Membutuhkan kekuatan, ketelitian, ketabahan dan kesabaran. Butuh daya tahan luar biasa. Kalau tidak, akan berisiko menjadi jomblo awet. Lho? Naskahnya, maksudnya. 
Baik kita lanjutkan. 

Setelah bayangan cerita terkumpul di benak, pertama-tama buatlah alur cerita. Atau biasa disebut outline atau kerangka cerita. Outline adalah struktur dari cerita yang akan ditulis. Bisa pula dikatakan skema, atau draft atau konsep. 
Namun ada baiknya kita buat dulu para tokohnya. Siapa saja yang akan berperan dalam cerita yang akan kamu buat. Kalau saya membuatnya seperti ini. Misal. 
- Nuniek (misal): tokoh utama. Seorang anak dari keluarga kelas menengah. Beruntung bisa kuliah. Lalu tambahkan tokoh lain. Ayahnya, Mamahnya, adik atau kakaknya. Terserah, sesuaikan saja menurut cerita. 

Lalu kemungkinan ada tetangga, teman, dosen, sopir angkot atau lain-lainnya. Terserah pengarang. 
Baru setelah itu buat susunan kerangka cerita. Pertama-tama, bagi alur cerita dalam tiga bagian. Dapat pula disebut bab. Mulai dari yang termudah. Gunakan tiga bab saja. Itu standarnya. Berisi: pembukaan, isi cerita dan terakhir penutup. Yang paling baik, 30% untuk pembukaan, 40% isi dan 30% penutup. Itu sekedar acuan. Pada praktiknya, terserah kepada pengarang itu sendiri. 

Sekarang kita buat per adegan. Ini untuk memudahkan perbaikan apabila ada yang harus direnovasi atau direhabilitasi. Diperbaiki maksudnya. Misal seperti ini. 
1. Nuniek (sang tokoh utama) baru bangun tidur. Dan ia langsung membuat rencana hari ini. Kemudian ceritakan bagaimana Nuniek membuat rencana (entah itu melalui imajinasi) atau tindakan langsung. Misalnya, dengan masih telentang di tempat tidur, ia menyusun rencana. Bisa dalam imajinasi, bisa pula melalui gumaman. 

"Oh, ya. Hari ini aku harus ke toko buku. Ada buku yang harus kubeli. Materi buku itu sangat cocok untuk membuat naskah novel. Yang telah lama kususun dan kurencanakan." Begitu, misalnya. 
Atau melalui tindakan langsung. 
Nuniek terkejut ketika ia membuka matanya dan langsung tersadar bahwa ia harus ke toko buku secepatnya. Tak ada waktu untuk mandi pagi, demikian gumamnya. Maka dengan hanya menggosok gigi dan membasuh tubuh ala kadarnya, Nuniek segera mengganti pakaian dan langsung bergegas menuju halaman rumah. Melupakan sarapan paginya yang telah tersedia di meja makan, dan berlagak tidak mendengar ketika mamahnya berteriak-teriak memanggil. Nuniek melesat dengan motor bebeknya membelah kepadatan lalu lintas yang memusingkan. Begitu kira-kira. 

Buat itu satu setengah halaman. (Saya melakukan seperti itu. Karena terbiasa membuat naskah berita. Padat, ringkas dan langsung ke tujuan. Ketika saya menjadi redaktur). 

Adegan ke-2, misalnya. Nuniek sedang berada di toko buku. Atau Nuniek kesal karena diajak ngobrol sama mamahnya. Atau, ia baru tersadar kalau terlalu lama membuat rencana di tempat tidur. Dan empat jam ia belum melakukan apa pun. 
Yang ke-3 dan seterusnya. Apabila satu adegan butuh satu setengah halaman, berapa adegan yang diperlukan untuk 150 halaman. Ya tinggal dibagi saja. 150 dibagi 1,5 = 100. Jadi kamu harus membuat 100 adegan untuk memenuhi kuota standar halaman naskah novel. Itu kalkulasi kasar. Pada perjalanannya semuanya akan berubah. Artinya, adegan satu hingga 10 misalnya, kamu bisa konsisten 1,5 halaman dalam menulis. Namun, bisa pula terjadi, ini kalau mood sedang gencar, kamu bisa membuat satu adegan 2 hingga tiga halaman. Kemungkinan yang terjadi, kamu akan menulis lebih dari 150 halaman. Keren, kan? Tidak apa-apa. Menulis saja dulu. Tambahan lain, apabila kamu telah berhasil menyelesaikan satu bab dengan 30 adegan misalnya, maka pada bab ke-2 nomor adegan tinggal lanjutkan menjadi 31. Dan seterusnya. 
Lalu susun hingga cerita berakhir. Dan berhentilah ketika halaman naskah telah melebihi 150. 

Setelah itu? Endap naskah 2 atau tiga hari. Ketika naskah dibuka 3 hari kemudian maka kamu akan melihat naskah secara obyektif. Akan melihat dari sudut pandang orang lain. Kurang lebihnya akan terlihat jelas. Jadi, jangan ragu untuk memperbaiki. 
Mudah, kan?! 

Namun. Adakalanya, kita sebagai pengarang yang notabene juga manusia, sesekali suka mengalami apa yang namanya kebuntuan imajinasi. Istilah kerennya, writer’s block. 
Molly Cochran, penulis trilogi novel The Forever King, mengatakan bahwa writer’s block bisa muncul karena 5 (lima) sebab. 
Antara lain: 
-    Tidak ada inspirasi. Dengan kata lain kamu tidak tahu apa yang harus kamu tulis. 
-    Keragu-raguan. Kamu tahu apa yang ingin kamu tulis, tapi bingung bagaimana cara menyampaikannya.
-    Perfeksionisme. Kamu terlalu khawatir akan kualitas tulisanmu, sehingga terus-menerus merevisi tanpa menulis hal baru.
-    Opini orang. Kamu takut para pembaca akan mengkritisi karyamu, atau tidak menyukainya.
-    Performa. Meski kamu merasa ide tulisanmu bagus, kamu takut ide tersebut tidak bisa menghasilkan uang. 
Jadi bila sudah demikian, apa yang harus dilakukan. 
Masih menurut Molly Cochran, lakukanlah hal di bawah ini. 
 
Freewriting (menulis bebas)
Ini cara yang cukup banyak direkomendasikan oleh sesama penulis, juga merupakan cara yang saya sendiri sukai. Bila kamu merasa kesulitan menulis sebuah cerita, tinggalkan cerita itu dan pergilah menulis hal lain untuk sementara. 

Lupakan kualitas. Lupakan tanda baca, EYD atau PUEBI, dan segala aturan lainnya. Tulis apa saja yang kamu pikirkan, agar imajinasimu kembali segar. Dengan menulis sebebas-bebasnya, kamu akan kembali merasakan kesenangan dalam menulis. 
 
Membuat kerangka (outline)
Memikul sebuah ide besar bisa membuat otakmu lelah. Lebih baik kamu memecahnya menjadi potongan-potongan kecil, dan mengembangkannya dari sana. Selain membuat topik itu lebih mudah diproses, kamu sekaligus juga membuat referensi agar isi tulisanmu konsisten.
 
Membaca Buku
Ya, tulisan orang lain adalah sumber inspirasi yang berharga. Bila kamu bingung tentang apa yang harus kamu tulis, kamu bisa membaca buku dengan topik serupa. Tapi ingat, mengambil inspirasi tidak sama dengan menyontek.
Membaca buku akan memancing aliran imajinasimu 
 
Hilangkan Gangguan
Tutup browser internetmu. Matikan smartphone. Pergi ke tempat yang jauh dari keramaian. Meski kecil, gangguan-gangguan yang menumpuk dalam jumlah banyak dapat mengganggu konsentrasimu.
 
Masih banyak lagi cara-cara yang bisa kamu gunakan untuk melawan writer’s block, tapi semua cara ini akhirnya akan berujung pada satu hal: tetap menulis.
Writer’s block tidak akan hilang bila kamu hanya diam dan menunggu inspirasi. Kamu harus terus menulis, meski itu sesuatu yang tidak nyambung, tidak bagus, dan tidak layak jual.
 
Cara mengalahkan writer’s block adalah dengan menulis.
Barangkali apabila terus menulis, ketika idemu mampat akan membuatmu merasa kurang percaya diri. Tapi sesungguhnya, menulis sesuatu yang jelek itu jauh lebih baik daripada tidak menulis sama sekali. Lagi pula bila tulisanmu jelek, kamu tinggal melakukan revisi nantinya. Jadi jangan takut menulis.
Writer’s block bukan sesuatu yang perlu ditakuti. Setiap penulis, mulai dari yang sudah best seller sampai yang baru belajar, bisa mengalaminya. Perbedaannya, penulis profesional akan berjuang mengalahkannya, sementara penulis amatir hanya bisa diam tak berdaya. 
Di atas itu menurut para penulis profesional. Kalau menurut saya - satu dua nyaris sama dengan para penulis kampiun itu. Pertama cobalah jalan-jalan. Cari tempat yang membuat pikiran kamu terbuka dan kembali segar. Jalan-jalan nemuin mantan, lalu mengenang masa lalu. Lho? Bukan. Nggak. Jangan! Nanti malah jadi kacau. Ujung-ujungnya malah gak nulis-nulis. 
Jalan-jalan, cari udara segar dan suasana baru. Ke mal, bisa. Ke bioskop, mungkin. Coba saja. Kalau saya, menonton film yang saya sukai bisa membuat adrenalin kembali menggelegak dan kepinginnya buru-buru kembali ke laptop. 

Membaca buku. Salah satu pilihan, yang dapat membuat inspirasi kembali hinggap di kepala. Kalau kamu sedang membuat novel, cobalah membeli satu novel best seller dari pengarang ternama, yang genrenya sama dengan cerita yang sedang kamu tulis. Saya yakin, sebelum isi novel itu habis kamu lalap, inspirasi sudah keburu muncul. 

Atau hal lain yang tidak kalah mujarab sebagai obat, cobalah berolah raga. Lari pagi, jalan cepat atau latihan silat, misalnya, kenapa tidak lakukan saja. Oke? 
Bagaimana denganmu? Apakah kamu siap menjadi penulis profesional? Maka mulailah menulis. 
 
Jakarta, 19 April 2020
Yoss Prabu 

Komentar

Postingan Populer