Begini. Sehabis keliling ibukota dengan
busway gratisan pada saat ulang tahun Jakarta kemarin itu (baca juga kisah
Kang Juhi dalam judul Ulang Tahun di blog ini), anak Kang Juhi tidak langsung
pulang kembali ke kampung halamannya. Sebab hanya tinggal beberapa hari lagi
akan menghadapi liburan panjang setelah semesteran kenaikan kelas. Jadi, anak
Kang Juhi bermaksud tinggal dulu bersama bapaknya untuk beberapa hari.
Sebagai orangtua yang sayang anak, Kang
Juhi tak merasa keberatan. Toh, ia juga selama di Jakarta ini sering sekali
merindukan anak terkecilnya itu. Terutama saat beristirahat malam. Pikirannya
sering menerawang ke kampung halaman, merindukan anaknya. Mendampinginya saat
belajar, atau barangkali memancing ikan di sungai yang ketika Kang Juhi kecil
sungai itu adalah tempat ia bermain bersama teman-teman sebaya. Melompat dari
pinggiran sungai yang tinggi lalu mencebur sambil tertawa-tawa.
Namun masalah timbul, justru ketika
anaknya itu minta dibelikan mainan untuk menemani saat Kang Juhi berjualan
keliling. Kontrakan Kang Juhi memang kosong melompong. Tak ada isi yang berarti
selain tikar dan tas punggung yang lebih sering berfungsi sebagai bantal.
Pesawat radio atau televisi, cukup hanya sampai diangan-angan saja. Toh kalau
hanya untuk menonton tv, bisa numpang di rumah tetangga. Untuk mendengarkan
radio, dari kiri-kanan rumah tetangga sudah tembus ke kamar kontrakannya tanpa
harus repot mengganti saluran.
Meski mumet karena tak ada uang untuk
menyenangkan anaknya, Kang Juhi tetap berwajah tenang agar anaknya tak kecewa.
Mumetnya akan ia gunakan sebagai energi untuk berusaha membelikan mainan. Tapi
yang membuat Kang Juhi tak habis mengerti, anaknya minta dibelikan NewKube. Apa
itu NewKube? Kang Juhi bingung. Ia berencana, sambil besok berjualan ia akan
bertanya-tanya pada siapa saja tentang benda aneh yang memang masih asing di
telinganya.