Lapar-Petualangan Kang Juhi

# Kang Juhi, pedagang gorengan keliling. Tinggal seorang diri, di sebuah kamar kontrakan, di pinggiran ibukota. Namun ia bisa berada di mana saja, dan bertemu dengan siapa saja. Karena ia hanya semacam simbol yang mewakili suatu kelompok masyarakat marjinal, yang alam bawah sadarnya terkadang mengejawantah ke berbagai dimensi kehidupan. Kang Juhi mengamati lalu batinnya mengkritisi berbagai aspek kehidupan yang sering kali menyimpang menurut penalaran akal sehat Kang Juhi. Apakah penalaran batinnya bisa dipertanggungjawabkan? Perlu diskusi lebih lanjut. Karena ia hanya penjual gorengan, yang tak menarik perhatian. Dibutuhkan tatkala tak ada pilihan. Namanya juga dongeng. #

Lapar

Suatu ketika, entah kapan. Kang Juhi - penjual gorengan dari pinggiran ibukota - berjalan-jalan menikmati udara malam, hingga kemudian tersasar ke sebuah mal yang penuh dengan kedai makanan. Udaranya sejuk melebihi kesejukan udara di mana ia menetap. Meski di sana masih banyak ditumbuhi pepohonan rindang. Dilihatnya semua pengunjung mal, termasuk yang tengah menikmati hidangan berbicara perlahan-nyaris saling berbisik satu sama lainnya.
 Kang Juhi menjadi lapar saat melihat berbagai makanan yang mengundang selera. Namun Kang Juhi sadar, makanan itu tak ada yang murah. Murah untuk ukuran kantongnya, tentu saja. Bila ia memaksakan diri juga untuk makan di sana, niscaya hasil penjualan gorengannya hari ini akan terkuras habis hanya dalam tempo beberapa menit. Dan itu berarti, besoknya ia tak dapat berjualan lagi. Jadinya, ia mengurungkan niat suci itu. Kang Juhi lebih memilih jalan-jalan saja dan mempersetankan para cacing yang bergelinjangan di perutnya yang tipis.
 Di depan sebuah kedai, Kang Juhi menghentikan langkah. Ia melihat beberapa orang bertubuh gempal ditemani pasangannya, tengah menikmati hidangan pada dua buah meja yang dirapatkan menjadi satu. Mereka berbicara agak keras, tidak lagi berbisik. Terkadang terbahak, hingga makanan yang tengah mereka kunyah saling berlompatan ke atas meja. Beberapa ada yang merangkak masuk ke dalam piring, nemplok pada hidangan-hidangan lezat yang masih mengepul.
 Yang membuat Kang Juhi terpana. Sekumpulan makhluk itu bukan tengah menikmati hidangan yang tersaji di meja, melainkan, mereka sedang menikmati belatung yang bermunculan dari anggota tubuh mereka sendiri. Mereka terus tertawa-tawa sambil mengunyah belatung yang kian bermunculan. 
 Dilihatnya lagi, seorang perempuan mencomot sebuah belatung dari mulut pasangannya yang menempel di bibir lalu memasukan ke mulutnya sendiri. Perempuan itu saling tertawa dengan pasangannya, lalu disambut meriah oleh pasangan lainnya.
 Ketika belatung-belatung itu habis, sekawanan makhluk itu meneruskan dengan menggigiti lengan mereka masing-masing. Hingga berdarah-darah. Hingga darah itu menggenangi lantai kedai. Tak puas menggigiti lengan sendiri, mereka melanjutkannya dengan saling menggigiti sesama mereka. Sambil cengengesan. Sambil terbahak. Dan daging penuh darah muncrat mengotori lantai.
 Sementara pengunjung lainnya tak ada yang peduli. Asyik dengan urusan perut masing-masing. Kang Juhi semakin bingung dan kian terpana. Siapa mereka? Tanya Kang Juhi dalam hati. Namun tak jua ada jawaban karena pertanyaan hanya menggumpal dalam kepalanya saja.
 Seorang pelayan yang memperhatikan sejak tadi, menghampiri lalu mengusir Kang Juhi dengan kasar. Kang Juhi membalikkan badan hendak berlalu, namun sebelum itu ia masih sempat bertanya pada pelayan yang kampungan itu.
 "Siapa mereka? Kenapa mereka saling menggigiti anggota tubuh mereka sendiri?"
"Mereka anggota dewan dari sebuah negara yang letaknya sangat jauh diangan-angan," jawab pelayan itu sambil mendelik.
 Kang Juhi meneruskan berlalunya yang sempat tertunda sambil mencubit lengannya, dengan harapan ia sedang bermimpi. Namun cubitan perlahan pada lengannya itu terasa lebih sakit dari biasanya.


Yoss Prabu

Komentar

Postingan Populer