Tampilkan postingan dengan label Kumpulan Naskah Monolog. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kumpulan Naskah Monolog. Tampilkan semua postingan

Jumat, 21 Juni 2013

BANGSAT-Naskah Monolog

BANGSAT
Karya Taufan S. Chandranegara

Pemain: Aktor (Lelaki/Perempuan)
Catatan: Dalam memainkan naskah ini, diperlukan imajinasi tanpa batas, kontektusal dalam term of moralisme.

SCENE # 1
(Seseorang berwajah batu, terkurung dalam image-image)

Bangsat. Bangsat, bangsat, bangsat, bangsat! Bangsat! Bangsat? Bangsat!? Bangsat. Bang! Bang! Bang! Bangsat! Sat! sat! sat! sate! Bangsat! Bangsat! Sate! Bangsat! Bangsat! Itu! Bangsat! Itu!! Bangsat! Itu. Celaka. Bangsat. Celaka. Bangsat. Celaka. Cela ka ka ka kaki ka ka bangsat. Ku ku ku kunyukku bangsatku, kunyukku bangsatku. O, amboi! Kalau bangsat tak berdaya maka ku maki maki ku maki kaki kaki lalu ku maki lu lu lu. Lumer di makan bangsat yang ada di bawah pantat-pantat feodal dal dal dalih anti rayap yap yap. Merayap dalam ku ke kuas kuas kekuatan daya listrik melahap bangsat yang diakronimkan menjadi sejadi-jadinya kumakan bangsat pun karena ku dimakan bangsat feodal.

Jadi alih-alih kembang melati. Menata diri dengan duri pelindung bangsat. Bangsat, bangsat yang ada dalam akronim-akronim yang dicetak bangsat untuk bangsat. Karena bangsaat biasa membeli bangsat untuk dibangsatkan. Oleh karena itu, jika bangsat yang bangsat itu, tampak seperti bangsat yang ada di bawah guling atau tempat duduk Anda maka itulah bangsat yang selama ini menghisap darah Anda dan saya karena bangsat-bangsat itu sudah demikian sebab kursi Anda atau saya sudah diduduki oleh bangsat yang memang bangsat. Dus, bangsat tak kecuali yang biasa Anda lihat adalah bagian kecil dari para bangsat yang menggerogoti animo suara dalam nurani jika nurani itu masih dimiliki oleh para individu, kalau masih Anda miliki nurani itu. Nah, dus, bangsat tak bernurani seringkali dipilih oleh para bangsat yang menduduki kursi-kursi yang selama ini dilakukan oleh Anda dan untuk Anda.

Oleh sebab karena itu. Tanpa kecuali. Para bangsat dapat mengakses saya atau lewat bangsat lain dengan perangkat sistem computer yang mengglobal info ineraktif. Jadi, lho? Bangsat itu ada. Dekat sekali dengan Anda. Lho! Itu!

Wah! lihatlah. Lihat. Si bangsat yang sejak Anda lahir memang sudah eksis. Bahkan dialah penghisap darah murni dan tak konsekuen, karena memang bangsat. Di kepalanya hanya ada darah darah darah darah darah darah, beringas dan kejam. Darah! Darah! Darah! Tumpahkan darah. Darah. Darah. Darah. Revolusi dan kudeta adalah takdirnya, karena bangsat kan memang suka darah, kan!? Lho? Iya, kan? Lho. Kok pada melongo. Bingung. Saya juga bingung. Kenapa bangsat harus ada, ya sudah demikian. Memang bangsat harus ada dimana pun kapan pun dia si bangsat itu selalu ada.

KEMERDEKAAN-Naskah Monolog

Naskah Monolog

KEMERDEKAAN
Karya: Putu Wijaya


Seorang juragan perkutut yang sudah sangat tua, ingin memberi hadiah kepada burungnya. Ia mendekati sangkar peliharaannya itu, lalu berkata:

"Burung perkututku yang setia. Setiap hari kau sudah memperdengarkan suaramu yang merdu, sehingga hari-hariku yang buruk menjadi indah. Bertahun-tahun kau mengubah dunia yang busuk ini menjadi nyaman, sehingga kegembiraanku tak pernah hilang. Hidup menjadi menyenangkan, semangatku untuk melawan nasib berkobar, sehingga usiaku panjang, jiwaku penuh dan kesehatanku tak pernah mundur. Untuk segala jasa-jasamu itu, hari ini kuberikan kamu sebuah hadiah yang sangat istimewa namanya: kemerdekaan."
Juragan itu membuka pintu sangkar burung perkututnya, lalu menunjuk ke udara.
"Lihatlah langit biru. Ke sanalah matamu harus memandang. Itulah kemerdekaan yang dicita-citakan oleh setiap orang. Itulah yang sudah dinyanyikan oleh para pemimpin yang berteriak-teriak di atas podium. Itulah yang sudah diserukan dengan yel-yel yang dahsyat di sepanjang jalan oleh para mahasiswa di dalam demo. Itulah yang tertulis dalam lirik-lirik lagu para penyanyi rock yang memuja kebebasan. Ke sanalah kamu harus pergi sekarang! "
"Kepakkan sayapmu buru ngku, terbanglah ke udara, nikmati kebebasan yang kini sudah menjadi milikmu. Melayanglah tinggi ke udara, gantungkan cita-citamu setinggi langit, seperti yang pernah dikoar-koarkan oleh Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno! "
Burung perkutut di dalam sangkar itu terkejut. Matanya melotot. Ia mundur mendengar suara majikannya, seakan-akan ia tidak percaya.
"Ha-ha-ha, kenapa kamu bingung? Tidak percaya kemerdekaan itu sekarang menjadi milikmu? Goblok! Kemerdekaan adalah hak setiap orang. Itu karunia Tuhan yang telah dirampas oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, yang sudah terlepas karena kamu tidak awas. Sekarang sudah menjadi milikmu kembali. Jangan ragu-ragu, ambil dan terbang, sebelum awan-awan datang dan merebut biru langit yang menakjubkan itu. Ayo terbang! "

Debu-Debu Metropolitan

Jalanan sebagai orangtua haramnya juga telah mengendapkan ampas-ampas kerinduan untuk sebuah impian masa depan. Itong nyaris t...